Aku tidak tahu bagaimana semua ini
berawal. Yang pasti, sejak aku
merasakan adanya gejolak seks
pada diriku, ketertarikanku bukannya
tertuju pada perempuan, melainkan
laki-laki. Anehnya, laki-laki impianku
adalah laki-laki setengah baya atau
lebih, kebapakan dan gemuk.
Anehnya lagi, puncak gairahku bukan
pada wajah melainkan ketiak. Ya,
aku selalu membayangkan ketiak
laki-laki berumuran 50 tahun.
Impian tentang ketiak laki-laki
setengah limapuluh tahun itulah yang
kemudian mengisi benakku jika
birahi datang. Di sisi lain, aku masih
takut setengah mati jika gairah
misterius ini kuungkapkan. Akibatnya,
selama ini aku hanya bisa mencari
celah dengan cara melirik dan
berharap bisa melihat ketiak itu pada
setiap laki-laki yang memenuhi
kriteria itu, berumuran 50-an tahun
dan gemuk.
Aku simpan gairahku ini sejak aku
merasa memiliki naluri seks, benar-
benar penantian panjang yang tidak
hanya menyiksa, melainkan juga
menghadirkan frustasi bagiku.
Selama itu pula keberanianku seperti
lenyap ditelan bumi. Aku terus
mencari cara agar bisa menemukan
laki-laki dengan ketiak seperti yang
aku impikan tetapi sekaligus
menyimpan mimpi rahasia ini dari
siapapun. Hingga suatu hari mimpi itu
menjadi kenyataan.
Kisah itu terjadi ketika dimasa
pertengahan kuliahku di sebuah
perguruan tinggi bergengsi di Jawa.
Aku memang salah satu yang
beruntung bisa kuliah di sana.
Saat itu aku dan kawan-kawan
mahasiswaku sedang menggarap
sebuah kegiatan sosial yakni
menggelar aksi pasar murah di
sebuah daerah yang belum lama lalu
tertimpa bencana banjir. Nah, sebagai
anggota panitia inti aku ketiban tugas
menghadap Rektor universitasku
untuk meminta ijin dan bantuan
sarana seperti kendaraan pengangkut
dan berbagai peralatan yang kami
butuhkan di lokasi nanti.
Ini bukan tugas yang mudah karena
kesibukan rektor yang tidak pernah
selesai itu. Tetapi aku juga
bersemangat karena aku sungguh
menyukai tampang rektorku ini.
Meski tidak pernah bertatap muka
secara dekat, tetapi dari berbagai
kesempatan aku telah mengamati,
rektorku adalah seorang pria
setengah umur yang bagiku masuk
daftar 'sangat seksi'. Siapa tahu aku
bisa melihat sekilas ketiaknya ketika
berbicara denganku nanti, pikirku
berharap.
Masih pagi ketika kakiku
menginjakkan kaki di lantai tiga
gedung rektorat, tempat ruangan
rektor berada. Dari sekretarisnya aku
tahu, aku mendapat urutan ketiga
menghadap rektorku. Okey, aku lalu
merebahkan pantatku di ruang
tunggu. Setelah sekitar 30 menit
menunggu, perempuan yang tampak
anggun di usianya yang aku taksir
sekitar 35 tahun itu memanggilku
dan menyuruhku masuk.
Aku segera masuk ke ruangan ber-
AC. Pak Rektor masih sibuk
menandatangani menandatangani
beberapa berkas.
"Silakan duduk, Mas," katanya tanpa
memandangku.
Tampaknya, mahasiswa memang
selalu tidak menarik baginya. Tetapi
beberapa menit kemudian aku sadar
aku telah keliru menilai rektorku.
"Apa yang bisa saya Bantu nih,"
katanya santai, sembari bangkit dari
kursi putarnya.
Dadaku makin bergemuruh. Beberapa
menit kemudian, sosok yang
kukagumi itu sudah berada hanya
sekitar 50 centimeter di depanku.
Sungguh membuatku terkesiap.
Hari itu beliau mengenakan kemeja
putih lengan panjang, berdasi dan
bawahan gelap. Wajahnya
kebapakan, dadanya menyembul
indah dibalik kemeja putihnya,
membangun komposisi yang begitu
eksotik berpadu dengan perutnya
yang meski menyembul tetapi tidak
cukup gemuk. Lengannya besar dan
tampak kuat dengan bulu-bulu di
lengannya yang sedikit terbuka.
"Okey, apa yang bisa bapak bantu?
Bapak sedang tidak begitu sehat
nih?" katanya kemudian. Pemakaian
kata 'bapak' sungguh membuat
andrenalinku mengalir cepat.
"Ini, Pak, saya mau meminta
universitas membantu kami
menggelar acara pasar murah.." aku
lalu berceloteh menerangkan konsep
acara dan rangkaian kegiatan yang
bakal kami gelar, mirip salesman
produk elektronik.
"Wah, bagus itu, membantu warga
yang baru saja tertimpa musibah.
Baik, apa yang dibutuhkan?" katanya.
Plong, langkah besar telah kucapai.
Aku lalu menyodorkan proposal dan
beliau segera menandatanganinya
setelah membaca sekilas.
"Saya setuju, saya dukung," katanya.
Gol, tugasku telah mencapai
targetnya. Tiba-tiba aku lihat dia
memijit-mjit leher dengan tangan
kirinya, menampakkan ada yang
salah pada urat leher. Kesempatanku,
pikirku setengah ngelantur.
"Ee, bapak sedang tak enak badan,
apa yang sakit, Pak?" tanyaku
setengah gemetar.
Kali ini otakku sudah dipenuhi fantasi
mengenai orang ini. Aku berusaha
memancingnya.
"Ini loh, leher saya kaku sekali,
sepertinya bapak salah tidur nih,"
katanya sembari mengelus leher
kirinya.
"Ngg, boleh saya pijit, Pak, siapa tahu
akan membantu," kataku begitu saja.
Aku merasa sudah lepas kendali
ketika mengucap kalimat itu.
"Oya, boleh, wah itu akan sangat
membantu," katanya.
Kuletakkan map berisi proposal dan
sejurus kemudian kedua tanganku
sudah memijit leher ektorku yang
gagah. Persentuhan kulit tanganku
dan kulit leher Pak Rektor segera
membuat hormon seks-ku tersentak.
"Wah, bapak kurang tidur, nih,"
kataku berusaha memecah sunyi.
"Iya nih, soalnya beberapa malam ini
lembur baca laporan. Wah ini enak
sekali," kata Pak Rektor sembari
melepas dasinya.
Aku terkesiap karena Pak Rektor lalu
membuka beberapa kancing
kemejanya. Tanganku segera
bergerak. Urutan jariku tidak lagi
hanya terpusat pada sisi leher kirinya,
melainkan bergerak ke arah depan
dan pundak. Pak Rektor
menengadah, kulihat matanya
menutup, tanda merasakan
keenakan. Tanganku lalu menuju ke
dada atasnya.
"Wah, enak sekali ini, terus ya.
Jangan kawatir, saya sudah bilang
sekretaris saya tidak mau menerima
tamu sampai siang nanti," katanya.
"Ngg, lebih baik kemeja Bapak
dibuka ya," kataku setengah
berharap.
Di luar dugaan, tanpa menunggu
waktu Rektorku segera membuka
kemeja. Kini tampaklah tubuh bapak
yang seksi ini. Tanganku segera
menyambutnya, jari-jariku bergerak
ke arah dada, kembali ke leher, lalu
ke dada dan semakin mendekat ke
putingnya. Tiba-tiba kedua tanganku
diraihnya dan aku diminta bergerak
hingga berhadapan dengan wajah
rektor.
"Mau nggak adik mencium Bapak?"
katanya.
Meski kaget, tetapi aku tidak boleh
menyiakan kesempatan. Tanpa
menunggu waktu, aku segera
mendaratkan hidungku ke pipinya,
lalu ke bibir Pak rektor. Ahh, luar
biasa. Aku merasa sekujur tubuhku
seperti kena setrum tegangan tinggi.
Aku terus menciumi wajahnya, lalu
leher, lalu pundaknya, lalu dadanya.
Erangan lirih bergumam dari mulut
rektorku. Kini dia tersandar pasrah di
kursi panjangnya.
"Pak, saya ingin mencium ketiak
Bapak," kataku meminta.
"Lakukan, lakukan sekarang," kata
Pak Rektor.
Sekejab kemudian aku daratkan
mulutku pada bagian atas lengannya.
Aku tidak mau terburu-buru. Sembari
mengangkat lengan kirinya dengan
tangan kananku, aku terus menciumi
lengan Rektorku, semakin dekat ke
arah ketiak. Hingga lengan itu benar-
benar terbuka.
Kulihat bulu-bulu itu merekah, wow,
luar biasa. Darahku terkesiap.
Pertama-tama aku ciumi ketiak itu
dengan hidungku. Bau parfum lembut
menyapa indra pembauanku,
bercampur dengan bau keringat laki-
laki.
"Oh, Pak Rektor. Anda seksi sekali,"
kataku.
Kini lidahku menyapu ketiaknya,
membuat bulu-bulu rimbun itu basah.
Sementara tangan kiriku terus
meremas ketiak kirinya.
"Oughh.. Oughh.. Terus, Nak, terus,
Bapak senang.. Ougghh, nikmat
sekali," desah Rektorku tercinta itu.
Mmm, tanpa basa-basi lagi, aku lepas
ikat pinggangnya, lalu kait celana,
lalu aku pelorotkan. Wow, batang itu
telah sekeras batu. Aku lalu melepas
celana dalam rektorku. "Lakukan,
nak, lakukan, bapak sungguh
menikmatinya," kata dia.
Kami berlumat bibir kembali, lalu aku
jilati lehernya, lalu dadanya. Aku
sedot puting susunya hingga Pak
rektor mengaduh. Lidahku terus
bergerak, kini ketiak kanannya aku
jilati, sementara tangan kananku
meremas-remas bulu ketiak kirinya.
Lalu sebalinya, aku lumat ketiak
kirinya dengan lidahku hingga
mengkilap-kilap karena basah. Lalu
perutnya aku jilati, bulu halus di sana
membuat kontolku sangat kencang
karena birahi.
Kini wajahku berada diantara dua
kakinya. Kontol itu aku ciumi,
jembutnya aku jilati. Perutnya yang
membuncit seksi aku remas.
Sementara tangan kiriku terus
meremasi ketiak kanannya.
"Ouugghh.. Pakk, oughh.. Pak, bapak
benar-benar seksi, ketiak bapak
ougghh..," kataku sebelum mulutku
telah dipenuhi batang kontolnya yang
sudah sangat keras.
"Lakukan sekarang, lakukan
sekarang.. Oughh," kata Rektorku
sembari bangkir dan membalikkan
badannya.
Kini pantatnya ada di depanku. Kedua
tangannya memegangi sandaran
kursi. Aku lalu melepas celanaku. Lalu
menggosok-gosokkannya pada
pantat rektorku yang putih bersih.
Tanganku terus sibuk meremasi
ketiak dan dadanya yang gembul.
Sejurus kemudian kontolku sudah
masuk ke lubang itu.
"Arrhhgg.. Aghh. Aggrrhh.." teriak
rektorku lirih.
"Oooh, nikmat sekali, ayo digenjot,
Bapak sudah tidak tahan nihh,"
katanya.
Aku langsung menekan kontolku.
Beberapa menit kemudian aku sudah
mengentot rektorku yangs eksi. Aku
menggenjotnya, tarik-tekan-tarik-
tekan.. Ougghh.. luar biasa nikmat.
"Ougghh.. Pak.. Saya sudah tidak
tahan.. Ougghh..," kataku dan air
maniku sudah siap menyembur.
Tanganku kananku segera menyusup
mencari ketiaknya, tangan kiriku
meraih puting kirinya dan.
"Aaargghh.. Pak, saya keluar..
Ougghh," desahku sembari
mengejangkan badanku menikmati
sejuta pesona puncak ini.
"Ouugghh.. " rektorku balas
mendesah.
Sesaat kemudian rektorku
membalikkan badan. Kontolnya yang
sudah sangat tegang seperti roket
yang siap diluncurkan. Wajahku
ditariknya, dibenamkan untuk
menjilati kontolnya yang terus
dikocoknya. Aku jilati kontol itu
sementara tangan kananku terus
mengocoknya.
"Aagrrghh.. Ougghh.. Enak sekali..
Uuugghh.. " jeritnya.
Gerakan mengocok itu semakin
kukencangkan, sementara mulutku
terus melumat pucuk kontolnya yang
merah membara. Tangan kiriku
meremas-remas puting kirinya.
"Ouugghh.. Bapak mau keluar, awas,
bapak mau keluarr," katanya sembari
mengejang.
Benar saja, beberapa detik kemudian
cairan putih menyembur ke wajahku,
memuncrati seluruh wajahku hingga
kuyup.
"Ouugghh.. Nikmaat.. Nikmaat
sekali..," ujar Pak rektor di akhir
ereksinya.
Kami lalu berangkulan. Aku masih
menciumi dada dan ketiaknya. Lalu
kami berciuman.
"Bapak, jangan dicukur rambut
ketiaknya ya, oh, bapak ini seksi
sekali," kataku.
www.ceritagay.uiwap.com
"Tenang saja, ketiak bapak milikmu,
bapak tidak akan mencukurnya.
Bapak senang kamu menciuminya,"
katanya sembari mendaratkan
ciuman ke mulut. Kami berpagutan
lagi.
"Jangan bilang siapapun. Ini hanya
antara kita, okey. Bapak senang
sama kamu, kami juga sangat seksi
dan pandai menyenangkan saya.
Bapak akan calling kamu nanti untuk
ketemu, okey," kata Rektorku.
Aku tertawa senang lalu
menghadiahinya dengan ciuman di
bibir. Setelah kembali berpakaian dan
membersihkan bekas pertempuran
kami, aku meminta pamit kembali ke
kampus. Aku melangkah keluar
ruang rektorku seperti melayang. Dia
tidak hanya seorang rektor,
melainkan laki-laki impian yang tiba-
tiba hadir begitu saja, menjawab
semua mimpi, membuatnya nyata
dan mengajakku terbang ke langit
tujuh.
Sejak itu aku dan rektorku sering
membuat janji bertemu di hotel atau
tempat tertentu. Setiap kali bertemu,
ketiaknya adalah bagian yang paling
aku gemari. Aku ciumi, jilati dan terus
jilati. Kami sungguh menikmati
semua itu sebagai dua orang pecinta.
Hingga aku lulus dan kemudian
bekerja di kota yang lain.
Sejak itu pula kami jarang bertemu,
rektorku sendiri ditarik ke Jakarta dan
menjadi pejabat di Kementrian
Pendidikan usai habis masa menjadi
rektor yang hanya lima tahun itu.
Lalu semuanya kembali seperti
semula, dan aku terus memimpikan
laki-laki berumur setengah abad atau
lebih, gemuk dan ketiak yang lebat.
Hingga kisah ini aku tulis, mimpi itu
terus menggema dalam ruang pikir
dan setiap desah nafasku. Aku selalu
berharap dan berharap, aku akan
bertemu laki-laki setengah abad atau
lebih tua, gemuk dan ketiak yang
rimbun. Aku menginginkannya, terus
memimpikkannya, hingga kini.
Seandainya aku bertemu dengan
laki-laki seperti itu, akan aku beri
semuanya, semuanya.
TAMAT

bulu ketek gw lebat bnget ni umur 40 suka gak ..jembut abang juga tebal rimbun ky hutan larangan
BalasHapus